Budidaya mutiara

Budidaya mutiara
Kegiatan di rakit

Sabtu, 22 Mei 2010

Budidaya Mutiara

Penjelasan singkat tentang budidaya mutiara.

Pendahuluan.

Budidaya Mutiara merupakan salah satu usaha budidaya perikanan yang menghasilkan produk non-edible (bukan untuk dimakan), karena produk yang dihasilkan berupa batu permata (Gemstone). Untuk dapat berhasil dalam usaha budidaya mutiara, maka diperlukan lingkungan yang tidak berbeda dengan habitat alam kerang mutiara hidup. Untuk usaha budidaya mutiara yang dikembangkan di Indonesia saat ini baru pada jenis Pinctada maxima yang menghasilkan South Sea Pearl. Dalam rangka menjaga kelestarian sumber dan lingkungan hayati dan menghindari penangkapan secara berlebihan atas kerang jenis ini dan perlu untuk tersedianya bahan baku utama dalam usaha budidaya mutiara, maka usaha budidaya mutiara saat ini tidak dapat lagi mengandalkan kerang alam liar. Oleh karenanya usaha budidaya mutiara di Indonesia saat ini hampir seluruhnya menggunakan kerang hasil pembiakan (breeding).

Kegiatan usaha budidaya mutiara di Indonesia secara garis besar terdiri dari beberapa tahapan:

  1. Pembiakan. Dengan menggunakan kerang alam liar yang diperoleh dari nelayan-nelayan penyelam kerang atau kerang-kerang hasil breeding yang terbaik, maka dilakukan pengembangbiakan. Pengembang biakan dilakukan dilaboratorium, milik perusahaan budidaya mutiara. Setelah berumur 60 sampai 70 hari larva bakal kerang di turunkan ke laut.
  2. Pembesaran spat. Larva bakal kerang yang telah berumur 60 sampai 70 hari di pelihara di perairan laut yang bersih, cukup plankton (ada mangrove dan terumbu karang), tidak tercemar, jauh dari hunian dan tidak bergelombang besar. Biasanya sampai usia 90 hari jumlah larva bakal kerang yang bertahan hidup maksimum 10%. Untuk perairan di NTB saat ini rata-rata hanya 3,5%. Setiap bulan sekali kerang kecil (spat) dibersihkan dan disortir sesuai dengan pertumbuhannya. Pada saat ukurannya sudah mencapai 4 cm, biasanya spat tersebut dipindahkan ke perairan yang lebih terbuka dan lebih banyak plankton. Biasanya kerang dewasa yang dapat di-insert untuk mutiara setelah berusia antara 15 hingga 24 bulan. Pertumbuhan kerang tidak sama, dipengaruhi banyak faktor; antara lain perairan, temperatur, plankton dll.
  3. Operasi atau inserting. Kerang dewasa atau yang dapat dioperasi/ inserting adalah yang telah mencapai ukuran di atas 16 cm (tetapi saat ini di NTB sudah di OP saat 10 cm dan tanpa Yokse). Untuk inserting diperlukan bibit/ nukleus atau inti mutiara dan mantel/donor (Saibo). Untuk menghasilkan mutiara yang baik diperlukan nukleus terbaik yang dibuat dari kulit kerang air tawar sungai Mississippi, USA, jenis Pigtoe. Oleh karenanya nukleus di-impor sebagai bahan inti/ bibit pada kegiatan budidaya mutiara. Biasanya kerang yang tetap berisi nukleus setelah 40 hari (Tento), hanya sekitar 80%, sisanya memuntahkan nukleus yang diisikan padanya.
  4. Pemeliharaan setelah OP. Setelah dilakukan inserting/ penanaman nukleus, maka kerang tersebut dimasukan ke dalam jaring/poket dan dipelihara di laut yang lebih dalam. Proses pemeliharaan ini bervariasi antara 20 bulan hingga 36 bulan. Semakin lama pemeliharaannya akan menghasilkan mutiara yang lebih besar dan lebih bercahaya, sehingga mempunyai nilai jual yang lebih tinggi. Selama masa pemeliharaan ini setiap bulan kerang dibersihkan dari kotoran yang menempel padanya. Biasanya kerang yang tetap dapat hidup pada periode ini hanya sekitar 50%. Tiga bulan sebelum panen, dilakukan pemeriksaan isi mutiara di dalam kerang dengan menggunakan peralatan X-ray. Kerang-kerang yang masih ada mutiaranya yang terus dipelihara dengan insentif dan pengamanan penuh.
  5. Panen mutiara. Bila ketebalan lapisan mutiara (nacre) telah memenuhi standar Internasional, maka dilakukan panen. Biasanya dari seluruh kerang yang di panen hanya 70% yang berisi mutiara.
  6. Pasca panen. Dilakukan grading terhadap mutiara hasil panen. Grading ini sangat menentukan untuk mengetahui berapa banyak mutiara yang dihasilkan yang dapat dijual terutama pada pasar internasional. Biasanya untuk mutiara yang di hasilkan di perairan di NTB hanya sekitar 80% yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat di jual (Yang memenuhi standar international sekitar 70%). Selebihnya gagal. Saat ini dengan jatuhnya harga mutiara dunia menyebabkan semakin sedikitnya penerimaan yang diperoleh pengusaha budidaya mutiara.

Grading mutiara:

1) Color/ Warna (pink, white, silver, gold, champagne, yellow, cream)

2) Shape/ Bentuk (drop, oval, round, near round, button, baroque, circle)

3) Lustre/ Kemilau (hight, medium, low)

4) Size/ Ukuran (8 – 20 mm)

5) Flaw/ Cacat (No spot, few spot, a few spot, some spot, many spot)

6) Nacre Thickness

  1. Penjualan. Penjualan mutiara oleh perusahaan budidaya mutiara anggota ASBUMI adalah dengan cara lot loose pearl; artinya mutiara tidak diikat dalam bentuk perhiasan atau sejenisnya, tetapi dikelompokkan dalam kantung-kantung. Selanjutnya dijual secara lot (kantung).
  2. Produk akhir perhiasan. Pemakai umumnya membeli produk akhir dalam bentuk perhiasan yang di produksi oleh industri perhiasan. Perjalanan mutiara dari sejak di jual oleh Usaha Budidaya Mutiara hingga menjadi perhiasan melalui mata rantai perdagangan yang panjang dan nilai yang meningkat cukup besar. Nilai tambah yang besar ini dinikmati oleh para pedagang dan industri perhiasan. Sedangkan harga jual pengusaha budidaya mutiara sangat tergantung pada harga rata-rata mutiara dunia di kalangan pedagang. Dua tahun terakhir ini harga mutiara dunia merosot di bawah harag produksi. Ini disebabkan telah terjadi kelebihan suplai oleh mutiara kualitas rendah yang sangat jauh diatas kebutuhan mutiara di pasar dunia. Oleh karenanya kedepan diharapkan hanya mutiara berkualitas baik yang di ekspor. Dengan adanya kebijakan tersebut diharapkan akan mendorong usaha bididaya dilaksanakan lebih baik dengan orientasi kualitas dan tidak kuantitas semata.

Senggigi, 2010

Bambang Setiawan

indosspear@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar